Sabtu, 17 februari 2018 saya berkesempatan untuk melihat dan menyaksikan langsung pembukaan tradisi lubuk larangan milik ninik mamak desa gajah bertalut. Desa ini berada di kecamatan kampar kiri hulu yang berada dalam kawasan ke khalifahan batu songgan.
Lubuk larangan adalah suatu kawasan terlarang bagi penduduk untuk mencari ikan di sepanjang aliran sungai subayang. Ada lebih kurang 200-400 meter wilayah lubuk larangan yang tidak boleh mencari ikan selama setahun.
Tradisi ini menurut pemaparan penduduk desa gajah bertalut di mulai tahun 1980 an. Hal ini di dasari pada kejadian banjir bandang pada tahun 1978 yang merendam pemukiman penduduk di sepanjang aliran sungai subayang .
Lubuk larangan biasanya dibuka 1 x setahun ketika musim kemarau atau ketika air mulai surut. Dalam pelaksanaannya lubuk larangan ada unsur ekonomi dan sosial dalam pelaksanaannya.
Unsur ekonomi nya yaitu setiap KK membayar Rp. 25.000 untuk persiapan dan pelaksanaan tradisi. Setiap KK akan mendapatkan pembagian hasil ikan tangkapan yang disebut “ andel” . Hasil tangkapan selain di berikan kepada penduduk juga dilakukan “pelelangan” untuk beberapa jenis ikan seperti baung dan ikan barau. Hasil tangkapan ikan pada mencokou ikan pada lubuk larangan mencapai 400 kg dan total dana yang dikumpulkan sebesar Rp. 20.000.000 yang di dapat dari hasil pelelangan dan jumlah andel.
Unsur sosial dalam tradisi ini yaitu gotong royong untuk persiapan dan pelaksanaan tradisi mencokou ikan di lubuk larangan ini. Selain itu adanya makan basamo hasil dari tangkapan ikan di lubuk larangan.
Semoga tradisi zaman old tidak menjadi tragedi zaman now.
Masyarakat bergotong royong melakukan persiapan pembukaan lubuk larangan |
gotong royong melibatkan penduduk desa |
Add caption |
Komentar
Posting Komentar