Struktural Fungsional
Teori fungsional memiliki asumsi utama,
yaitu melihat masyarakat sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat
subsistem, keseluruhan subsistem tersebut memiliki tugas dan fungsinya
masing-masing. Menurut aliran struktural fungsional (parson), bahwa
pranata-pranata utama dalam setiap kebudayaan hubungan satu dengan yang lain
dan memiliki fungsi khusus dalam hubungan satu dengan yang lain. Setiap pranata (termasuk sistem
kekuasaan) penting untuk berfungsi secara normal dimana kebudayaan pranata itu
berada untuk melanjutkan
eksistensisnya.
Talcott parson dan
edwar A shils mengatakan yang dimaksud dengan sistem sosial dapat digambarkan
sebagai “a system of interactive relationship of a plurality of individual
actors” sementara itu Hugo F. Reading mentakan bahwa sistem sosial biasanya
digambarkan sebagagai “a system if social
elements”. Sedangkan Thomas Fourd Hold mengatakan bahwa sistem sosial
adalah “the totality of relationship of
involved individuals and group”.[1]
Koentjaraningrat menyatakan sistem
nilai budaya itu sendiri dari konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar warga masyarakat,
mengenai hal-hal yang harus mereka anggap sangat bernilai dalam hidup.
Karena itu suatu sistem nilai
budaya biasanya berfungsi sebagai
pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia sebagai bagian dari adat
istiadat dan wujud ideal dari
kebudayaannya.[2]
Pendekatan
struktural fungsional hanya melihat
bahwa segala praktek serta
struktur dalam masyarakat pastilah memiliki
fungsi bagi kelangsungan hidup suatu kelompok sosial lainnya. Model lain dari
pendekatan ini adalah model keseimbangan (equilibrium), yaitu merujuk pada
suatu proses yang secara otomatis karna mekanisme yang ada untuk menemukan
keseimbangannya kembali bila suatu bagian itu mengalami guncangan.[3]
Talcot Parson dalam berbagai karyanya
menunjukan bahwa stabilitas sosial sebagai tujuan akhir analisa sosiologi,
teori struktural fungsional yang dikembangkan oleh parson menjelaskan bahwa ada
suatu sistem yang baru memiliki ciri
ciri sebagai berikut:
1.
Kehidupan sosial itu gabungan dari
bagian-bagian yang saling berhubungan.
2.
Hubungan antar bagian selalu bersifat
saling mempengaruhi.
3.
Sistem sosial cenderung bergerak kearah
keseimbangan yang dinamis artinya
mengggapai perubahan yang terjadi akibat pengaruh yang datang dari luar demi
untuk mencapai integrasi sosial.
4.
Integrasi sosial terjadi dilakukan
melalui proses sosialisasi, adaptasi, institusional dan proses sosial lainnya
5.
Perubahan sistem sosial terjadi gradual
artinya melalui penyesuaian antar unsur.
6.
Perubahan sistem sosial karena adanya
penemuan baru di masyarakat
7.
Daya integrasi sosial dari suatu sistem
sosial akibat terjadinya conseseus
(kesepakatan) nilai dan norma sosial,
merupakan prinsip dan tujuan yang
ingin di capai di masyarakat.
8.
Teori yang dikemukan oleh Talcott
Parson memiliki empat kompenen yang
sangat penting yaitu adapatasi (adaptation),
pencapaian tujuan (goal attempmeint),
integrasi (integration), dan
pemeliharaan pola ( laten pattern
maintenannace ) atau biasa di sebut sistem AGIL.
Berikut penjelasan dari pola AGIL
parson :
1)
Adaptasi (adaptation) yaitu
sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat, sistem ini
harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
dalam hal ini masyarakat harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal yaitu modernisasi.
2)
Pencapaian tujuan (goal attaiment) yaitu sebuah sistem yang harus mendefenisikan dan
mencapai tujuan utama. Namun yang menjadi tujuan disini bukanlah tujuan
individu, melainkan tujuan bersama para anggota suatu sistem sosial.
3)
Integrasi (integration) yaitu sebuah sistem yang harus mengatur antar hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya. Fungsi dari Batin sangat diperlukan
disini untuk mengintegrasikan anggota sukunya sehingga bisa berfungsi secara
maksimal dalam sistem sosial.
4)
Pemeliharaan pola (Laten Pattern Maintenance) yaitu proses sosialisasi atau reproduksi
masyarakat agar nilai-nilai tetap terpelihara. Disini peran kepala suku atau
batin sangat menentukan didalam pemeliharaan nilai-nilai adat istiadat dan
kerukunan antar anggota kelompok masyarakat. Fungsi ini juga menunjukan bahwa
setiap masyarakat harus mempertahankan, memperbaiki, dan memperbaharui baik
motivasi individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan
motivasi-motivasi itu.[4]
Komentar
Posting Komentar