Perspektif
Interaksionik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subyek.
Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses
yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan
mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.
Menurut teoretisi interaksionisme simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya
adalah “interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol”. Mereka tertarik
pada cara menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka
maksud untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulakn
penafsiran atas simbol- simbol ini terhaddap perilaku pihak-pihak yang terlibat
dalam interaksi sosial.
George
Hebert Mead (1962) menekankan pada bahasa yang merupakan sistem simbol dan
kata-kata merupakan simbol karena digunakan untuk memaknai berbagai hal. Dengan
kata lain, simbol merupakan representasi dari pesan yang dikomunikasikan kepada
publik. Sebagai contoh, ketika bermain pondok-pondok
anak laki-laki berperan mencari dedaunan untuk membangun pondok dan anak perempuan berperan mengendong boneka
ataupun memasak, hal ini tidak hanya sekedar bermakna mencri dedaunan, merawat
boneka dan bermain memasak, melainkan sudah menjadi representasi konstruksi
gender tradisional, yang artinya seorang anak di konstruksikan untuk berperan
di ranah publik dengan cara bekerja dan
anak perempuan dikonstruksikan untuk berperan di ranah domestik dengan symbol
bermain memasak dan menggendong boneka.
Menurut
Mead, makna tidak tumbuh dari proses mental soliter namun merupakan hasil dari
interaksi sosial atau signifikansi kausal interaksi sosial. Individu secara mental tidak hanya
menciptakan makna dan simbol semata, melainkan juga ada proses pembelajaran
atas makna dan simbol tersebut selama berlangsungnya interaksi sosial. Sedangkan Blumer dalam (Agus Salim : 2008)
mencirikan interaksionisme simbolik pada tiga premis yaitu.[1]
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu
berdasarkan berdasarkan makna-makna (mean)
yang ada pada sesuatu itu dalam hubungannya dengan mereka.
2. Maknaitu diperoleh dari hasil
interaksi social yang dilakukan dengan orang lain.
3. Makna tersebut disempurnakan pada
proses interaksi itu berlangsung. Makna-makna yang berasal dari proses
interaksi akan diinterpretasikan oleh individu lain, terutama yang dianggap
cukup berarti.
Dalam
melakukan interaksi secara langsung maupun tidak langsung individu dijembatani
oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran yaitu bahasa. Tindakan penafsiran
simbol oleh individu disini diartikan memberi arti, menila kesesuaiannya dengan
tindakan danmengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Setiap manusia
melakukan self-indication[2]
untuk mengetahui makna yang ada di dalam masyarakat, sehingga mereka bisa
berbaur dan berinteraksi sesamanya.
Komentar
Posting Komentar