Menurut
Bessant, Wats, Dalton dan Smith (2006) ide dasar negara kesejahterahan beranjak
dari abad ke -18 ketika Jeremy Bentham ( 1748-1932) mempromosiskan gagasan
bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin kesejahterahan
rakyatnya. Bentham menggunakan istilah “utility” (kegunaan) untuk menjelaskan
konsep kebahagiaan atau kesejahterahan . berdarakan prinsip utilitarianisme
yang ia kembangkan, sesuatu yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah
sesuatu yang baik. Sebaliknya sesuatu
yang menimbulakn rasa sakit adalah buruk. Menurutnya aksi-aksi pemerintah harus
eslalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Gagasan
bentham mengenai reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi
pengembangan kebijakan sosial memebuat ia dikenal sebagai “ bapak negara
kesejahterahan”.
Tokoh
lain yang turut mempopulerkan sistem negara kesejahterahan adalah Sir Wiliams
Beveridge (1942) dan T.H.Marshal(1963) di inggris. Dalam laporannya mengenai
social insurance and allied services yang terkenal dengan beveridge report,
beveridge mneyebut , want, squalor, ignorance, disease dan idleness sebagai thr
five giant evils yang harus diperangi. Dalam laporan itu dia mengususlkan
sebuah sistem asuransi sosial komprehensif yang dipandangnya mampu melindungi
orang dari buaian hingga liang lahat.Dalam konteks kapitalisme marsahll
berargumen bahwa warga negara memiliki kewajiban kolektif untuk tutur
memeperjuangkan kesejahterahan orang lain melalui lembaga yang disebut
negara.
Model
dan pengalaman praktis
1. Model
universal
Pelayanan
sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik
kaya maupun miskin. Model ini disebut the scandinavian welfare states yang
diwakili oleh swedia, norwegia, denmark dan finlandia. Sebagai contoh negara
kesejaterahan di swedia sering dijadikan ruukan sebagai model ideal yang memebrikan pelayanan sosial komprehensif
kepada selururh penduduknya.
2. Model
koperasi atau work merit walfare states
Seperti
model pertama jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun
kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pihak yakni
pemerintah, dunia usaha dan pekerja bururh. Pelayana sosial yang diselenggrakan
oleh negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu
memeberikan kontribusi melalui skema suransi sosial. Model yang dianut oleh
erman dan austria ini sering disebut sebgai model bismarck, karena idenya
pertama kali dikembangkan oleh otto von bismarck dari jerman.
3. Model
residual
Model
ini dianut oleh negara-negara anglo-saxon yang meliputi AS, inggris, australia,
dan selandia baru. Pelayanan sosial khususnya kebutuhan dasar, diberikan
terutama kepada kelompok-kelompok yang
kurang beruntung , seperti orang miskin, pengangguran, orang cacat,dan orang
lanjut usia yang tidak kaya.
4. Model
minimal
Model
ini umumnya diterapkan di negara – negara latin seperti spanyol, italia, chile,
brazil dan asia antara lain korea selatan, filipina, sri lanka, indonesia.
Model ini ditandai pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat
kecil. Program kesejahterahan sosial dan jaminan sosial diberikan secara
sporadis, parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai
negeri,anggota ABRI, dan pegawai swasta yang mampu membayar premi.
Globalisasi dan mitos the end of
welfare state
Perkembangan
ekonomi global memiliki implikasi terhadap negara kesejahterahan, batas dan
kekuatan negara – bangsa semakin memudar, memancar kepada lokalitas, organisasi
– organisasi independen, masyarakat madani. Badan-badan supranasional seperti
NAFTA atau uni Eropa , dan perusahaan-perusahaan multi nasional. Mirsha (2000)
dalam bukunya globalization and welfare state menyatakan bahwa globalisasi
telah memebatasi kapasitas negara-negara dalam melakukan perlindungan sosial.
Lemabaga-lembaga internasional seperti bsnk dunia dan dana moneter
internasional (IMF) menjual kebijakan ekonomi dan sosial kepada negara-negara
berkembang dan negara-negara eropa timur agar memperkecil pengeluaran
pemerintah, memeberikan pelayanan sosial yang selektif dan terbatas, serta
menyerahkan jaminan sosial kepada pihak swasta.
Ada
empat kategori
1. Negara
sejahterah
Merujuk
pada negara yang memeliki GDP tinggi dan pengeluaran sosial yang tinggi pula.
Status ini diduduki oleh negara-negara skandanavia dan eropa barat yang
menerapkan model negara kesejahterahan universal dan korporasi. Swedia,
denmark, dan norwegia misalnya memiliki GDP (PE) sebesar US$ 26.625 dan pengeluaran sosial sebesar 33.1%.
2. Negara
baik hati atau negara dermawan
Negara-negara
yang termasuk kategori negara dermawan memiliki PE yang relatif rendah. Namun
keadaan ini tidak menghambat mereka dalam melakukan investasi sosial. Sehingga
PS di negara-negara ini relatif tinggi.
Yunani dan portugal memiliki GDP
sebesar US$ 6.085 dan US$6.505.
belanja sosial dua negara ini adalah sebesar 20,9% dan 15,3%.
3. Negara
pelit
Negara
ini memeliki PE yang tinggi. Namun PS nya relatif rendah sebagai contoh AS dan Jepang termasuk kategori ini. Secara
berurutan negara ini memiliki GDP
sebesar US$ 21.4999 dan US$23.801. persentase PS negara-negara ini
relatif kecil dan lebih rendah dari pada
portugal dan yunani. AS memiliki PS sebesar 14,6% dan jepang 11,6%.
4. Negara
lemah
Kategori
ditandai oleh PE dan PS yang rendah. Indonesia dan kamboja, laos dan vietanam
adalah contoh negara lemah. Dimana anggaran negara untuk pembangunan sosial di
negara ini masih dibawah 5 % dari total pengeluaran pemerintahnya
Pelajaran Yang Bisa Dipetik
Negara
kesejahterahan baik sebagai konsep maupun model pembangunan kesejahterahan
memiliki wajah yang beragam dan tidak vakum melainkan dinamis bergerak
mengikuti denyut perubahan dan tuntutan masyarakat dinegara yang bersangkutan.
Indonesia
bisa mengkaji beragam model negara kesejahterahan dan menyesuaikannya dengan
kemampuan dan keperluan. Sejalan dengan menguatnya otonomi daerah , sistem
keseahterahan negara tidak hanya terpusat dijakarta.
Kemiskinan
tidak hanya dapat dihapuskan dengan perlindungan sosial, karenanya perlindungan
sosial harus terintegrasi dengan strategi penanggulangan kemiskinan lainnya.
Penerapan negara kesejaterhan bukan hanya dilakukan oleh satu departemen saja,
misalnya departemen sosial, melainkan harus dilakukan sinergi sedikitnya
departemen sosial, departemen pendidikan nasional, departemen kesehatan ,
termasuk kementrian perumahan rakyat. Karena negara kesejahterahan juga memerlukan sumber-sumber pendanaan yang
memadai .
Komentar
Posting Komentar