Dimensi masalah sosial
Masalah
sosial bisa juga diartikan sebagai sebuah kondisi yang dipandang oleh sejumlah
orang dalam masyarakat sebagai sesuatu yang tidak di harapkan. Kemiskinan,
pengangguran, penyebab HIV/AIDS, perceraian, kenakalan remaja, misalnya adalah
contoh masalah sosial. Sebuah fenomena dikatakan sebuah masalah sosial biasanya
karena menjadi perhatian publik.
Horton
dan Leslie menyatakan bahwa masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirasakan
banyak orang tidak menyenangkan serta menuntut pemecahan melalui aksi sosial
secara kolektif (Suharto, 1997). Dari defenisi ini dapat disimpulkan bahwa
masalah sosial memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Kondisi yang dirasakan
banyak orang
Suatu
masalah baru dapat dikatakan sebagai masalah sosial apabila kondisinya
dirasakan oleh banyak orang. Namun demikian, tidak ada batasan mengenai berapa
jumlah orang yang harus merasakan masalah tersebut. Jika suatu masalah mendapat
perhatian dan menjadi pembeicaraan lebih dari satu orang, masalah tersebut
adalah masalah sosial. Kasus kriminalitas akhir-akhir ini sangat ramai
diberitakan di Koran maupun televisi. Kriminalitas adalah masalah sosial.
2. Kondisi yang dinilai tidak
menyenangkan
Menurut
faham hedonisme, orang cenderung mengulang sesuatu yang menyenangkan dan
menghindari sesuatu yang tidak mengenakan. Orang senantiasa menghindari
masalah, karena masalah selalu tidak menyenangkan. Penilaian masyarakat sangat
penting dalam menentukan suatu kondisi sebagai masalah sosial. Ukuran “baik”
atau “buruk” sangat bergantung pada nilai dan norma yang dianut masyarakat.
penggunaan narkotika, minuman keras, homoseksual, bahkan bunuh diri adalah
masalah sosial, apabila nilai dan norma masyarakat menganggapnya sesuatu yang
buruk atau bertentangan dengan aturan-aturan umum.
3. Kondisi yang menuntut
pemecahan
Suatu
kondisi yang tidak menyenangkan senantiasa menuntut pemecahan. Umumnya, suatu
kondisi dianggap perlu dipecahkan jika masyarakat merasa bahwa kondisi tersebut
memang dapat dipecahkan. Pada waktu lalu, masalah kemiskinan tidak
dikategorikan sebagai masalah sosial, karena waktu itu masyarakat menganggap kemiskinan
sebagai sesuatu yang alamiah dan masyrakat belum memiliki kemampuan untuk
memecahkannya. Sekarang, setelah masyarakat memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk menanggulangi kemiskinan, ramai diperbincangkan dan
diseminarkan untuk dicarikan jalan pemecahannya, karena dianggap masalah
sosial.
4. Pemecahan tersebut harus
dilakukan melalui aksi sosial secara kolektif
Masalah
sosial berbeda dengan masalah individual. Masalah individual dapat diatasi
secara perseorangan atau per satu. Tetapi, masalah sosial hanya dapat diatasi melalui
rekayasa sosial (social engineering)
seperti aksi sosial, kebijakan sosial atau perencanaan sosial, karena penyebab
dan akibatnya bersifat multidimensional dan menyangkut banyak orang. Masalah
kemiskinan, misalnya, tidak bisa di pecahkan hanya dengan member bantuan uang
atau barang kepada satu atau dua orang atau beberapa orang saja tanpa
mengkaitnya dengan situasi sosial yang lebih luas.
Kemiskinan
Kemiskinan
adalah salah satu masalah sosial yang sangat erat kaitannya dengan kebijakan
sosial. Sejarah munculnya kebijakan sosial tidak dapat dipisahkan dari hadirnya
persoalan kemiskinan di masyarakat. kemiskinan adalah masalah sosial yang
paling dikenal orang. Bahkan banyak yang mengatakan bahwa kemiskinan adalah
akar dari masalah sosial. Kemiskinan mempengaruhi masalah sosial lainnya.
begitu pula sebaliknya.
Kemiskinan
adalah tragedy sekaligus “bisnis” kemanusiaan yang berkilauan. Berbagai studi
mengenai kemiskinan telah banyak dilakukan. Namun, hingga saat ini kesepakatan
tentang bagaimana mengartikan kemiskinan msih belum dicapai. Terdapat dua
pendekatan yang digunakan untuk mengartikan kemiskinan, pendekatan absolute dan
pendekatan relatif (Zastrow,2000a; Zastrow,2000b; Suharto, 2006b).
1.
Kemiskinan
absolut
Isu
penting dari pendekatan absolut adalah belum jelasnya makna kebutuhan
“minimum”. Selain itu, kelemahan pendekatan absolut adalah mengabaikan
kenyataan bahwa kelompok miskin tidak
selalu berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar saja, tapi juga
tentang bagaimana hubungan mereka dengan kelompok yang tidak miskin. Ini
menunjukkan bahwa kemiskinan bersifat relative, tergantung pada ruang dan
waktu.
2.
Kemiskinan
relatif
Berbeda
dengan pendekatan absolut, pendekatan relatif menekankan bahwa seseorang
dikatakan sebagai miskin bila pendapatannya berada dibawah pendapatan rata-rata
masyarakat. menurut pendekatan ini, kemiskinan disebabkan karena adanya
perbedaan pendapatan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya atau antara
suatu waktu dengan waktu lainnya. Kelemahan dari pendekatan relatif adalah
ketidakmampuannya menjelaskan tentang bagaimana buruknya atau bagaimana baiknya
kondosi-kondisi orang-orang yang hidup di lingkungan dengan tingkat pendapatan
yang rendah.
Penyebab Kemiskinan
Ada
beberapa kemungkinan penyebab kemiskinan, diantaranya tingkat pengangguran yang
tinggi; tingkat kesehatan fisikyang memprihatinkan; keterbatasan fisik atau
mengalami kecacatan; masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi emosi;
keterlambatan perkembangan mental; biaya kesehatan yang sangat tinggi;
ketergantungan alkohol; kecanduan pada obat-obatan; keluarga dengan jumlah
anggota yang besar; rendahnya tingkat pendidikan; ketidaksesuaian pekerjaan
karena otomatisasi; kurangnya keahlian untuk bekerja; dan lai-lain.
Artinya,
penyebab kemiskinan sangatlah banyak dan karenanya dibutuhkan serangkaian
kebijakan dan program sosial untuk mengurangi penyebab kemiskinan. Masalah
sosial bisa menjadi penyebab kemiskinan. Namun pada beberapa kasus, justru
kemiskinan yang menjadi penyebab munculnay masalah sosial tersebut (seperti
masalah emosional, ketergantungan pada alkohol serta pengangguran). Kemiskinan
memperburuk dampak setiap masalah-masalah sosial tersebut.
Teori Kemiskinan
Secara
konseptual,ada beberapa teori yang dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya
kemiskinan; perspektif budaya kemiskinan, yakni perspektif fungsionalis,
perspektif konflik, dan perspektif interaksionis (Zastrow, 200a; Zastrow, 200b;
Suharto, 2006b).
1.
Teori
Budaya Kemiskinan
Budaya
kemiskinan berkembang di masyarakat kapitalistik setelah periode keterpurukan
ekonomi yang cukup lama. Keterpurukan ini antara lain disebabkan oleh tingginya
tingkat pengangguran akibat kurangnya keahlian kerja serta rendahnya upah yang
diterima pekerja kala itu.
Teori
budaya kemiskinan sangat kontroversial dan mendapat kritikan dari berbagai
pihak. Eleanor Leacock beranggapan bahwa budaya kemiskinan bukan penyebab melainkan akibat dari kemiskinan yang terjadi terus menerus (Zastrow,2000b).
Terdapat banyak faktor mengapa seseorang bisa menjadi miskin. Faktor eksternal
yang bersifat struktural antara lain tngginya tingkat pengangguran,
deskriminasi seksual, pengangguran program anti kemiskinan, serta inflasi.
Sedangkan faktor internal misalnya ketidakstabilan fisik dan mental,
ketergantungan pada alkohol, keahlian dalam pekerjaan yang sudah ketinggalan
zaman, dikeluarkan dari sekolah, serta kurang ketertarikan untuk mencari
pekerjaan.
2.
Teori
Fungsionalis
Teori
fungsionalis memandang kemiskinan sebagai akibat dari ketidakberfungsian
ekonomi. Perkembangan industrialisasi telah menghancurkan sistem ekonomi. Teori
ini juga mencatat bahwa sistem kesejahteraan yang ditujukan untuk menyelesaikan
masalah kemiskinan memiliki beberapa efek sampingan. Masalah lain yang muncul
adalah kurangnya sistem informasi yang gagal menginformasikan kelompok miskin
tentang hak mereka. Menurut para penganut fungsionalis, cara terbaik untuk
menyelesaikan masalah kemiskinan adalah dengan melakukan penyesuaian untuk
memperbaiki ketidakberfungsian tersebut.
3.
Teori
Konflik
Teori
ini memandang bahwa masyarakat modern memiliki begitu banyak kemakmuran.
Karenanya, kemiskinan ada karena struktur kekuatan menginginkannya untuk ada.
Menurut perspektif ini, kemiskinan menjadi masalah sosial ketika beberapa
kelompok memandang distribusi sumber daya yang ada saat ini di rasa tidak adil,
dan mereka harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki kondisi tersebut. Perspektif ini melihat penyesuaian kelompok
miskin terhadap kemiskinan merupakan mata rantai yang harus diputus.
4.
Teori
Interaksionis
Penganut
teori ini memandang kemiskinan sebagai masalah pembagian harapan. Kelompok
miskin memperoleh penilaian negatif dari kelompok berpengaruh. Kelompok ini
percaya bahwa kemiskinan bukan sekedar masalah pengambilan hak ekonomi
melainkan juga masalah konsep diri seorang individu. Untuk menyelesaikan
masalah kemiskinan, kelompok interaksionis mendesak agar stigma dan pandangan
negatif yang dihubungkan dengan kemiskinan segera dihilangkan. Mirip pendekatan
kemiskinan relatif, perspektif interaksionis memandang sifat dasar kemiskinan
sebagai sesuatu yang relatif, tergantung pada subjek perbandingannya. Teori ini
juga menekankan pada dampak psikologis yang dihadapi kelompok miskin ketika
bersentuhan dengan masyarakat yang mayoritas kaya.
Fungsi kemiskinan dan kebijakan publik
Fungsi
kemiskinan berkaitan dengan kebijakan publik, khususnya kebijakan sosial. Kebijakan
dipengaruhi oleh kerangka pikir dan kemauan politik (political will) pemerintah. Pemahaman mengenai fungsi kemiskinan
membantu kita memahami mengapa para pembuat keputusan tidak secara aktif
mencari cara untuk menghilangkan kemiskinan. Penghapusan kemiskinan dianggap
hanya akan memperburuk proses redistribusi pendapatan dari kelompok kayak ke
kelompok miskin serta mengacaukan kebijakan yang ada.
Komentar
Posting Komentar