Tradisi “ Monotau Uma” Di Suku Petalangan Kabupaten
Pelalawan
Tradisi merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam
bentuk yang sama. Dalam Kamus Bahasa Indonesia tradisi adalah adat
kebiasaan turun-temurun (dari nenek
moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Jadi tradisi merupakan kebiasaan yang dilakukan
secara terus menerus oleh masyarakat dan
akan diwariskan secara turun-temurun.
Tradisi
menotau tanah merupakan bentuk keyakinan
masyarakat petalangan sebelum mendirikan rumah. Proses pelaksanaannya adalah
sebelum mendirikan pondasi ketika baru mendatarkan tanah untuk dijadikan rumah
sudah dilakukan monotau uma. Tradisi menotou uma dilakukan untuk mengusir
makhluk halus dan hal ghaib lainnya dari lokasi pendirian rumah agar tidak
mengganggu penghuni rumah lainnya.
Proses
monotou rumah dilaksanakan oleh dua orang yaitu dukun dan lebai. Dukun bertugas
membacakan mantra tetahu rumah dan lebai
bertugas memanjatkan doa selamat. Pada saat menetau setelah dukun mengucapkan
ampijampi maka dilakukan tepung tawar di empat penjuru rumah untuk menghindari
hal yang kurang baik.
Dalam
masyarakat petalangan ada beberapa pantang larang dalam mendirikan rumah yaitu
:
1. Tidak
boleh membangun rumah di elakang rumah lama yang di robohkan sebab ini akan
mendatangkan bala bagi pemilik rumah baru.
2. Tidak
boleh membangun rumah di tanah lebah(lembah/penurunan) dan tanah tinggi karena
tempat – tempat seperti itu di angggap kurang baik untuk lokasi perumahan. Selain itu juga dikhawatirkan akan gusut atau
mudah longsor.
Adapun
tujuan dari pantang larang ini yaitu :
1. Sebagai
penghormatan dan bujukan terhadap segala makhluk halus yang disebut sebagai “kuake” atau “penunggu” yang ada di tempat itu supaya pergi dan tidak mengganggu
pemilik dan penghuni rumah atau bangunan tersebut.
2. Sebagai
penghormatan dan permohonan maaf kepada segala makhluk yang mungkin teraniaya
akibat didirikan bangunan tersebut seperti ulat dan semut.
3. Untuk
memanjatkan doa keselamatan bagi penghuni rumah dan seluruh warga kampung
terutama para pekerjanya yang telah menyelesaikan pembangunan rumah tersebut.
4. Sebagai
tanda terima kasih kepada seluruh yang turut membantu mendirikan bangunan
tersebut.
Dalam
pelaksanaan upacara monotau tanah ini tergantung kemampuan dari penyelenggara
dalam menyelenggarakan upacara ini. Upacara paling sederhana adalah dengan
sedekah sepiring nasi kunyit, sekor ayam panggang, beberapa butir telur ayam
yang diberikan kepada pawang atau pembantunya. Selain itu upacara juga bisa
dilaksanakna dengan menyembelih kerbau atau kambing.
Tempat
pelaksanaan upacara nya yaitu tanah dimana bangunan rumah itu akan didirikan.
Waktunya antara jam 05.00-09.00. hari dan bulan biasanya dipilih hari senin
dalam bulan maulid dan hari kamis dalam bulan haji. Selain bulan tersebut hari
dan bulan lainnya juga boleh selain hari selasa, hal ini karena masyarakat
petalangan meyakini hari selasa adalah hari yang tidak membawa keberuntungan
dan dianggap “hari keras” atau “ hari naas”.
Pelaku
upacara selain pawang adalah pemuka adat, lebai dan penghulu, serta pemilik
rumah (biasanya laki-laki dewasa). Pawang sebagai pimpinan upacara menetukan
segala-galanya. Ia yang menentukan siapa yang bboleh melakukan tepung tawar,
namun lazimnya dipilih dari pemuka adat da tokoh masyrakat serta keluarag dekat
yang tertua di dalam kelaurag itu. Selain itu pawang juga yang menentukan kapan
upacara dimulai, dimana peralatan upacara diletakan, dan sebagainya.
Perlengkapan
upacara adalah hewan sembelihan (biasanya ayam ) dan seperangkat peralatan
tepung tawar. Untuk upacara besar biasanya menggunakan kambing dan kerbau. Hewan tersebut disembelih di tempat upacara.
Darahnya ditampung kemudian diambil sedikit
potongan hati, jantung, lidah, telinga dan kepalanya. Semuanya dibungkus
untuk dijadikan sesembahan yakni “sesajian” untuk segala makhluk gaib yang ada
di tempat tersebut sekaligus permintaan agar mereka meninggalkan teempat
tersebut.
Adapaun
peralatan tepung tawar yang digunakan yaitu :
1. Daun setawe
untuk menawarkan segala yang berbisa termasuk mulut (lidah) manusia
2. Daun ati-ati
dan daun sedingin untuk mendinginkan
segala yang bersifat panas, termasuk hati manusia
3. Daun ganda rusa
untuk mengobati segala penyakit luar dan sekaligus menyempurnakan segala pekerjaan dan cita-cita yang terbengkalai.
4. Bedak limau
untuk membersihkan hati dan jiwa
5. Air percung
(air wangi) untuk menimbulkan rasa keakraban sesama keluarga dan sesama warga
kampung.
6. Beras kunyit, beras basuh dan
bertih ,sebagai lambang kemakmuran , kebahagian selururh
makhluk dan sekaligus tebusan untuk makhlus halus yang ada di sekitar tempat
itu segera pergi dan tidak mengganggu pemilik, penghuni dan seluruh warga
kampung
7. Biji—biji besi atau disebut juga
besi berani adalah lambang kekuatan, kebulatan
tekad serta kesungguhan hati pemilik rumah untuk mendirikan bangunan disana
serta seagai penagkal terhadapa kemungkinan gangguna mkhluk halus.
8. Lumpur laut atau tanah lumpur
bekas keluarga tertua, gunanya untuk mengenalkan agar bangunan dan peghuninya
abadi, artinya rumah tersebut didiami sampai ajal tiba.
9. Inggu
yaitu sejenis kayu yang kalau dibakar menimbulkan bau yang busuk, gunanya untuk
tangkal segala jenis setan dan jin, terutama setan yang suka mengganggu
anak—anak.
10. Daun juang-juang, daun
ini warnanya merah dan bisa ditanam diatas kuburan. Gunanya untuk obat segala
penyakit yang dibuat oleh manusia, seperti sihir, tenung, dan sebagainya.
11. Kemenyan dan setanggi
gunanya setelah dibakar, asapnya untuk “memeberitahukan” segala makhluk halus
yang ada disekitar tempat itu, bahwa mereka “diundang” untuk datang kedalam
upacara dan menerima dengan senang hati segala bentuk sembahan dan sesajian
yang disediakan.
12. Obor.
Obor ini berfungsi sebagai penanda bahwa
sejak obor itu dinyalakan, mulai saat itu juga segala mahkluk halus menyerahkan
“hak” nya kepada pemilik bangunan.
Referensi
:
Elmustian
rahman. ensikplodia petalangan
Wawancara
dan observasi dengan Batin, pemuka adat suku petalangan dan masyarakat
petalangan.
Komentar
Posting Komentar