Suku Dan Pebatinan Masyarakat Petalangan
Dalam
nyanyi panjang bujang tan domang
disebut juga sebagai tokoh pertama penggagas adat istiadat dan tata sosial
budaya orang petalangan, beliau dipanggil juga Datuk Demang Serail yang berasal
dari laut (johor). Nama –nama kampung desa seperti pangkalan kuras, batang
bunut, sialang kawan, betung , talau, tanjung sialang, tanjung perusa, sungai
peragaian adalah nama-nama yang diberikan
oleh datuk demang serail ketika ita pertama kali nya menemui tempat-tempat tersebut , beliau dan
pengikutnya mulai membuka lahan dan memebngu negeri. Ketika mereka hendak
membangun negeri orang petalangan itu mengaitkan
tetawak/gong kepada sebatang pokok kayu keras. Kegiatan ini sebagai tanda
kebersamaan dalam membangun negeri, yang dicanangkan keseluruh negeri, kemudian
daerah itu dinamakan pangkalan kuras.
Kata pangkalan
dapat diartikan sebagi tempat perahu berhenti(berlabuh) dan tempat
barang-barang dagangan yang dikumpul untuk diangkut.[1]
Menurut bahasa tempatan pangkalan juga berarti tempat pertama atau pemukinam
awal yang kemudian berlajut kepada
pemukimannya berikutnya, pangkalan juga bermakna pelabuhan dan tempat mandi
yang berada dipinggiran sungai. Keturunan dari bujang tan domang ini telah
membentuk suku kecil yang bernama sengerih. Nama datuk demang serail diabadikan
sebagai nama gedung pertemuan di Sorek
Satu yang merupakan Ibu Kota Kecamatan Pangkalan Kuras
Setelah
itu datang lagi dua orang pendatang
dipinggian sungai nilo, pendatang ini melahirkan Suku Lubuk karena nenek
moyang mereka telah ditolong oleh datuk demang serail pada suatu “lubuk sungai” ketika mereka
mendarat didaerah petalangan. Selain itu
terdapat pula Suku Pelabih , karena nenek moyang mereka datang ketempat tersebut
dengan menaiki perahu dari kulit labi-labi/kura-kura atau perahu yang berbentuk seperti labi-labi raksasa. Suku ini datang
dari Gunung Sahilan, Kampar Kiri
Suku Penyabung
diceritakan berasal dari kampung Banio Koto Medan Di Kecamatan Peranap
Indragiri Hulu. Kabarnya nenek moyang mereka seorang perempuan yang lari dari
kampungnya, setelah moyang menang menyabung/mengadu kerbau. Dia lari karena
terjadi perselisihan paham dengan saudara maranya. Dari pada kata “mennyebung “
itulah lahirnya nama suku penyabungan. Suku
Piliang pula diceritakan berasal dari pagaruyung minang kabau. Dalam nyanyi
panjang bujang si undang mereka dikatakan datang ke kawasan petalangan ini
untuk mengambil lancang undang(adat) yang terbenam didalam taasik/danau. Hal
ini diperkuat pula dengan penggunaan dialek petalangan. Dalam bahasa mereka,
terdapat kosa kata yang berasal dari pada pelbagai puak Melayu yang lain
seperti dialek pelalawan/pesisisr, johor-riau, daerah lima koto-kampar, kuantan
dan minagkabau. Berdasarkan kenyataan tersebut bolehlah dikatakan orang
petalangan adalah sesuatu sintesis/perpaduan dari orang melayu disekitar
kawasan pelalawan/pesisir, riau-johor,kuantan, daerah lima koto kampar dan
minang kabau. Orang-orang tersebut konon
ceritanya berkembang biak sampai
saat ini sesuai dengan asal sukunya.
Masyarakat
petalangan mendiami suatu “kawasan budaya” yang disebut dengan “hutan tanah wilayat” yang mereka
miliki dan dikuasai secara turun temurun. Mereka sangat terikat dengan hutan
tanah wilayat dan enggan berhijrah dari
kawasan tersebut. Di sanalah mereka membuat kampung, kebun, ladang dan
memelihara “rimba larangan” itulah sebab nya hingga kini jarang sekali orang
petalangan pergi merantau,hal ini tercermin dari ungkapan “hidup
terbilang berimba larangan”
Sebelum
indonesia merdeka orang petalangan merupakan bagian dari pada rakyat Kerajaan
Kampar dan setelah itu runtuh dan
diganti kan oleh Kerajaan Pelalawan maka orang petalangan kemudian menjadai
rakyat yang setia kepada Raja/Sultan Pelalawan.
Pada
masa pemerintahan Kerajaan Pelalawan terdapat 29 pebatinan yang memiliki tanah wilayat yang
disebut hutan tanah pebatinan kuang oso
tigo pulou ( hutan tanah pebatinan kurang satu
tiga puluh) hutan tanah itu tersebar
didalam empat Kedatuan Kerajaan Pelalawan yaitu:
1.
Kedatuan Datuk
Laksamana Mangku Diraja, berpusat di Pangkalan Kuras yang berpusat di Sorek
Satu.
2.
Kedatuan Datuk Engku
Raja Lela Putera, berpusat di langgam sekarang Kecamatan Langgam yang berpusat
di Langgam.
3.
Kedatuan Datuk Kampar
Sama Diraja, berpusat di pangkalan bunut sekarang Kecamatan Bunut yang berpusat di Bunut.
4.
Kedatuan Bandar Setia
Diraja berpusat diteluk dalam sekarang kecamatan kuala kampar yang berpusat di
teluk dalam/penyalai. Manakala raja/sultan/tengku besar pelalawan bertahta di
tepi sungai kampar
Setiap
hutan tanah wilayat adalah milik pesukuan yang dikepalai oleh kepala suku yang bergelar Batin atau Penghulu dalam
melaksanakan tugas baik sebagai Kepala
Suku atau Pucuk Adat dalam pesukuannya batin maupun penghulu oleh berapa orang
pembantu yang disebut dengan ketiapan,
yang diberi gelar dengan tugasnya
masing-masing yaitu monti (mentri) antan-antan, dubalang dan tongkat.
Pihak
kerajaan pelalawan tidak mencampuri hal –ihwal
adat budaya petalangan, sebaliknya sultan /raja hanya mengatur dan menetapkan adat yang berkaitan dengan pentabiran negeri yang disebut adat
yang diadatkan (ketentuan yang diteteapkan atas mufakat dan musyawarah), untuk
masyarakat pesisir kepala suku dalam kelompokonya disebut dengan penghulu dan masyarakat
petalangan disebut pula dengan batin.
Adapun penghulu dan batin yang berkuasa semasa kerjaan pelalawan yaitu yang berjumlah 29 orang
masing-masing memliki tanah ulayat yaitu:
1. Batin
Bunut
2. Batin
Telayap
3. Batin
Tua Napuh
4. Batin
Panduk
5. Batin
Lalang
6. Batin
Muncak Rantau
7. Batin
Merbau
8. Batin
Pematan
9. Batin
Senggerih(Pengaturan)
10. Batin
Tanah Air(Sulu Di Laut)
11. Batin
Payung
12. Batin
Kerinci
13. Batin
Putih
14. Batin
Muda
15. Batin
Pendaguh
16. Batin
Baru
17. Batin Delik
18. Batin
Pelabi
19. Batin
Geringging
20. Penghuku
Biduanda
21. Penghuku
Besar Langgam
22. Penghulu
Sungai Buluh
23. Penghulu
Serapung
24. Penghulu
Bandar Tolam
25. Penghulu
Setia Diraja
26. Penghulu
Lubuk Keranji
27. Raja
Bialang Bungsu
28. Patih
Jambuono
29. Monti Raja
Komentar
Posting Komentar